Sekretariat:


Musholla Pesantren Al Mubarok

Kertomulyo Rt.01 Rw.04 Trangkil Pati Jawa Tengah

Jl. Soponyono RT 06 RW 02 Panggungroyom Wedarijaksa Pati Jawa Tengah

Silahkan mencari disini

Minggu, 14 Februari 2010

Wajibnya Menghormati Ulama

Segala puji bagi Alloh yang telah memilih para ulama dari sekian banyak hamba-Nya, memilih mereka dan menjadikannya sebagai pewaris para Nabi, memuliakan dan memuji mereka dalam kitab-Nya. Alloh Jalla wa ‘ala berfirman,
قُلْ هَلْ يَسْتَوِى ٱلَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَٱلَّذِينَ لاَ يَعْلَمُونَ

“Katakanlah, apakah sama (antara) orang-orang yang berilmu dengan orang-orang yang tidak berilmu?” [az-Zumar: 9]
Dia subhanahu juga berfirman,

إِنَّمَا يَخْشَى ٱللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ ٱلْعُلَمَاء

“Sesungguhnya yang merasa takut terhadap Alloh di antara hamba-hamba-Nya hanyalah para ulama.” [Fathir: 28]
Dan Dia Jalla wa ‘ala berfirman,

أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَأُوْلِى ٱلاْمْرِ مِنْكُمْ

“Taatlah kalian kepada Alloh, taatlah kalian kepada Rosul dan ulil Amri di antara kalian.” [an-Nisa: 59]
Dan ulil amri, sebagaimana dikatakan oleh para ulama, mereka adalah para ulama. Sebagian ahli tafsir berkata, ulil amri adalah umara (penguasa) dan ulama.
Dan Alloh jalla wa ‘ala berfirman,

يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءامَنُواْ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلْعِلْمَ دَرَجَـٰتٍ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

“Niscaya Alloh akan mengangkat orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu dengan beberapa tingkatan. Dan Alloh Mahamengetahui terhadap apa yang kalian lakukan.” [al-Mujadilah: 11]

Al-Bukhori meriwayatkan dari Mu’awiyah bin Abi Sofyan rodhiyallohu ‘anhu bahwa Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من يرد الله به خيراً يفقه في الدين

“Barangsiapa yang Alloh kehendaki ada kebaikan padanya, niscaya Alloh akan pahamkan dia dalam masalah agama.”
Ibnul Munayyir berkata, “Barangsiapa yang tidak Alloh beri kepahaman dalam agama, berarti Dia tidak menghendaki ada kebaikan padanya.”

Abu Darda meriwayatkan dari Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

فضل العالم على العابد كفضل القمر على سائر الكواكب ليلة القدر، العلماء هم ورثة الأنبياء، إن الأنبياء لم يورثوا ديناراً ولا درهم، وإنما ورثوا العلم فمن أخذ به فقد أخذ بحظ وافر

“Keutamaan seorang ‘alim (ahli ilmu) atas seorang ‘abid (ahli ibadah) sebagaimana keutamaan bulan atas segenap bintang pada malam bulan purnama. Para ulama, mereka adalah pewaris para Nabi. Sesungguhnya para Nabi tidaklah mewariskan dinar ataupun dirham, akan tetapi mereka hanyalah mewariskan ilmu. Barangsiapa mengambilnya, berarti dia telah mengambil bagian yang melimpah.” Dikeluarkan oleh Abu Daud, at-Tirmidzi dan ad-Darimi.

Dan merupakan akidah ahlissunnah wal Jama’ah, bahwa mereka beragama dan mendekatkan diri kepada Alloh jalla wa ‘ala dengan menghormati para ulama pemberi petunjuk.
Al-Hasan berkata, “Mereka sering berkata, kematian para ulama adalah musibah bagi Islam. Tidak ada yang bisa menutupnya selama siang berganti malam.”
Al-Imam al-Auza’i berkata, “Manusia (yang sesungguhnya) menurut kami adalah para ulama. Sedangkan selain mereka maka tidak ada apa-apanya.”

Dari nash-nash yang mulia ini, dan perkataan-perkataan yang terjaga ini, menjadi jelas bagi kita kedudukan yang agung dan derajat yang tinggi yang dimiliki ulama umat ini. Dan dari sinilah, seluruh manusia wajib memenuhi hak mereka, berupa pengagungan, penghormatan, pemuliaan dan penjagaan kehormatan.
Alloh berfirman,

ذٰلِكَ وَمَن يُعَظّمْ حُرُمَـٰتِ ٱللَّهِ فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُ عِندَ رَبّهِ

“Demikianlah, dan barangsiapa mengagungkan perkara-perkara yang dihormati oleh Alloh, maka hal itu lebih baik baginya di sisi Alloh.” [al-Hajj: 30]
Dan Dia jalla wa ‘ala juga berfirman,

ذٰلِكَ وَمَن يُعَظّمْ شَعَـٰئِرَ ٱللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى ٱلْقُلُوبِ

“Demikianlah, dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Alloh, maka sesungguhnya hal itu termasuk ketakwaan hati.” [al-Hajj: 32]

Syiar-syiar ini, sebagaimana dikatakan oleh para ulama adalah segala yang Alloh nyatakan dan isyaratkan dengan keutamaanya dan pengagungannya. Jika demikian, maka tidak ragu lagi bahwa para ulama adalah yang pertama kali masuk dalam perkara yang Alloh nyatakan dan isyaratkan tentang keutamaan dan pengagungannya berdasarkan nash-nash mulia yang telah disebutkan sebelumnya.

Maka mencela dan mengganggu para ulama, digolongkan dalam sikap berpaling atau peremehan dalam mengagungkan salah satu syiar-syiar Alloh.

يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءامَنُواْ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلْعِلْمَ دَرَجَـٰتٍ وَٱللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

“Niscaya Alloh akan mengangkat orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu dengan beberapa tingkatan. Dan Alloh Mahamengetahui terhadap apa yang kalian lakukan.” [al-Mujadilah: 11]

Alangkah mengenanya perkataan sebagian ulama, “Kehormatan para ulama berada di atas jurang di antara jurang-jurang jahannam.”
Dan di antara yang menunjukkan bahayanya mengganggu lentera-lentera umat ini, yaitu para ulama, adalah hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhori dalam shohihnya dari Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu, dia berkata, Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,

قال الله عز وجل: من عادى لي ولياً فقد آذنته بالحرب

“Alloh ‘azza wa jalla berfirman, barangsiapa memusuhi seorang waliku, maka Aku umumkan peperangan kepadanya.”
Dan setiap kita mengetahui bahwa orang yang memakan riba, Alloh telah mengumumkan peperangan kepadanya.

فَإِن لَّمْ تَفْعَلُواْ فَأْذَنُواْ بِحَرْبٍ مّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِ

“Maka jika kalian tidak melakukannya (meninggalkan harta riba) maka ketahuilah, bahwa Alloh dan Rosul-Nya akan memerangimu.” [al-Baqoroh: 279]

Wahai hamba-hamba Alloh, setiap kita mengetahui bahwa pemakan riba, jika dia tidak berhenti dan bertaubat dari memakan riba, maka Alloh telah mengumumkan peperangan kepadanya. Setiap kita mengetahui hal ini. Akan tetapi, apakah kita juga mengetahui bahwa orang yang memusuhi wali-wali Alloh berarti dia telah memerangi Alloh jalla wa ‘ala sebagaimana yang diterangkan dalam hadits di atas? Dan apakah kita mengingat ancaman yang pedih ini?

Al-Khothib al-Baghdadi meriwayatkan dari Abu Hanifah dan asy-Syafi’i – semoga Alloh merohmati mereka semua – bahwa keduanya berkata, “Jika para fuqoha (ulama, ahli fikih) bukan wali-wali Alloh, maka Alloh tidaklah memiliki wali.”
Asy-Syafi’i berkata, “Para fuqoha yang beramal.”
Ibnu ‘Abbas rodhiyallohu ‘anhuma berkata, “Barangsiapa mengganggu seorang fakih, berarti dia telah mengganggu Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam. Dan barangsiapa mengganggu Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam berarti dia telah mengganggu Alloh ‘azz wa jalla.”

Mudah-mudahan dari nash-nash yang telah aku sebutkan dan kita bicarakan tentangnya, menjadi jelas bagi kita sebagian hal yang wajib kita tunaikan berkaitan dengan hak para ulama.

Ibnu ‘Asakir rohimahulloh berkata, “Sesungguhnya daging para ulama beracun. Dan sunnah (kebiasaan, ketentuan) Alloh terhadap orang yang merendahkan mereka adalah sesuatu yang telah diketahui.”
Sebagian ulama berkata, “Orang yang melecehkan para ulama, dikhawatirkan mendapatkan su’ul khotimah (kematian yang buruk).”

Dan apa yang didapati pada sebagian manusia, pada sebagian majelis-majelis, atau melalui media informasi yang ada, berupa perendahan terhadap para ulama dengan sebab perbedaan mereka atau karena mereka mengatakan kebenaran secara terang-terangan, wajib diingkari, dibantah dan dinasihati orang (yang merendahkan ulama) tersebut. Karena mencela para ulama berarti menjatuhkan mereka dan menghalangi manusia dari mengambil faidah dari ilmu mereka. Dan ketika itu, manusia akan mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh, sehingga mereka berfatwa tanpa ilmu, akhirnya mereka pun menjadi sesat.

Dan sesungguhnya aku memberi nasihat kepada umumnya manusia, secara khusus kepada para pemuda, agar mereka menghormati dan membela para ulama mereka.

Wahai Alloh, ajarkan kami ilmu yang bermanfaat kepada kami, Wahai Alloh, sungguh kami memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, amal yang sholih, rizki yang halal lagi baik dan lisan yang senantiasa berdzikir.

Kholid bin Ali al-Musyaiqih hafizhohulloh

Sabtu, 06 Februari 2010

Khidmat kepada para ulama

Mengagungkan Ulama Apakah Syirik ?



Alam semesta dan segala isinya tiada henti bertasbih siang dan malam kehadirat Nya yang Maha Tunggal dalam keluhuran, Tunggal dalam keabadian, Tunggal dalam kesucian, Tunggal dalam Kesempurnaan, Tunggal dalam Kekuasaan di Hamparan Angkasa Raya dan Penguasa Kekal pada seluruh Alam, Dicipta Nya Jagad Raya dari ketiadaan, dijadikan Nya keturunan Adam as termuliakan sebagai Khalifah dimuka bumi, mereka termuliakan dengan ilmu, Adam as melebihi malaikat karena ia diberi Ilmu oleh Allah swt yang tak diketahui oleh para malaikat, maka diperintahkanlah para malaikat bersujud kepada Adam as karena ia lebih berilmu dari para malaikat, walaupun malaikat tercipta dari cahaya dan Adam as hanyalah dari tanah Lumpur, sebagaimana dijelaskan dalam QS Albaqarah 30–34.
Fahamlah kita bahwa ilmu lah yang membuat para malaikat yang tercipta dari cahaya harus tunduk bersujud dan mengagungkan Adam as yang tercipta dari tanah Lumpur, sebatas sini kita sudah jelas bahwa pengagungan untuk para ulama adalah merupakan perintah Allah swt. Allah swt berfirman : “BILA KALIAN BERSYUKUR MAKA NISCAYA KUTAMBAHKAN NIKMAT ATAS KALIAN, DAN BILA KALIAN INGKARI NIKMATKU MAKA SUNGGUH SIKSA KU SANGAT PEDIH” (QS Ibrahim 7), fahamlah kita bahwa bersyukur merupakan kewajiban bagi kita, dan tidak bersyukur adalah berhadapan dengan siksa Nya yang pedih.
Sebagaimana kita ketahui bahwa seluruh kenikmatan yang datang kepada kita mestilah melalui perantara, misalnya harta, makanan, minuman dll, mestilah lewat Makhluk Nya, tidak langsung dari Nya tanpa perantara, kita menemukan sebuah hadits mulia, dimana Rasul saw bersabda : “Belumlah seseorang (dianggap) bersyukur kepada Allah bila ia tak bersyukur kepada orang (yang berjasa padanya)” (Shahih Ibn Hibban hadits no.3407, Sunan Imam Tirmidzi hadits no.1954 dengan sanad hasan shahih, sunan Imam Abu Dawud hadits no.4811). Jelaslah dari hadits ini bila seseorang misalnya mendapat hadiah, rizki, uang, atau lainnya, lalu ia bersyukur kepada Allah, ternyata belumlah sempurna syukurnya itu sebelum ia berterimakasih kepada sang perantara kenikmatan Allah swt.
Kita dituntut untuk bersyukur atas segala kenikmatan, dengan cara bersyukur kepada Allah swt dan berterimakasih kepada perantara kenikmatan Nya itu, sebagaimana kita memahami bahwa sebesar apapun ibadah kita tetap belumlah kita dimuliakan Allah swt sebelum kita berbakti kepada kedua orang tua, karena ayah dan ibu kita adalah perantara atas kehidupan kita. Namun adapulan kenikmatan yang bukan hanya sekedar makan, minum, harta, dll, ada kenikmatan yang jauh lebih luhur, yaitu kenikmatan ibadah, kenikmatan dzikir, yang bila sedang melimpah kenikmatan-kenikmatan ini kepada kita maka akan runtuhlah seluruh kenikmatan duniawi kita, runtuh seluruh kesedihan dan kesempitan kita, semuanya sirna dan tak terasa saat kita tenggelam dalam satu dua kejap bersama cahaya khusyu didalam sujud, atau bibir yang bergetar menyebut Nama Nya dengan ledzat, atau airmata yang mengalir dalam kerinduan pada perjumpaan dengan Yang Maha Indah..
Wahai saudaraku, kenikmatan yang sangat agung ini berkesinambungan dengan kenikmatan yang abadi kelak, dan wajib pula disyukuri, yang bila kita mensyukurinya maka Allah akan menambahnya, dan bila kita tak menyukurinya maka kita dihadapkan pada siksa Nya yang pedih. Ingatlah hadits diatas, bahwa setiap kenikmatan itu ada perantaranya, demikian pula kenikmatan-kenikmatan batin diatas, perantaranya adalah para ulama yang mengajarkan kita shalat, puasa, zakat, dzikir, kemuliaan Allah, keagungan Allah dll yang dengan itulah kita akan sampai kepada sorga. Adakah jasa yang lebih besar pada kita selain jasa guru-guru kita yang membimbing kita kepada Keridhoan Nya?, maka wajiblah kita mengagungkan para ulama dan guru-guru kita, itulah bukti akan bakti kita pada mereka, dan itu merupakan tanda sempurnanya syukur kita kepada Allah..
Sebagaimana Ibn Abbas ra yang memuliakan gurunya, yaitu Zeyd bin Tsabit ra, ia berjalan kaki seraya menuntun kuda Zeyd bin tsabit ra, maka Zeyd ra melarangnya dan Ibn Abbas ra berkata : “Beginilah kita diperintah untuk memuliakan ulama-ulama kita”, maka turunlah Zeyd bin tsabit ra seraya mengambil tangan kanan Ibn Abbas ra dan menciumnya seraya berkata : "beginilah kita diperintah memuliakan Ahlulbait yang melihatnya” (Faidhul Qadir juz 3 hal.253), bahkan telah berkata sayyidina Ali kw : “aku adalah budak bagi yang mengajariku satu huruf”, sebagaimana hadits Rasul saw : “barangsiapa yang mengajari seorang hamba sebuah ayat dari kitabullah maka ia adalah Tuan baginya, maka sepantasnya ia tak menghinakannya dan meremehkannya” (Majmu’ zawaid Juz 1 hal 128, Fathul Bari Almasyhur juz 8 hal 248), demikian Rasul saw memerintahkan penghargaan kepada guru-guru kita, demikian pula para sahabat memuliakan guru-guru mereka, maka berbakti kepada guru merupakan tanda syukur kita atas kenikmatan akhirat, kenikmatan shalat, puasa, zakat dll yang dinantikan oleh kebahagiaan nan Abadi.
Sampailah kita kepada puncak pemahaman bahwa berbakti kepada Sayyidina Muhammad saw, sebagai Guru dari semua guru yang membimbing kepada keluhuran, merupakan tanda sempurnanya syukur kita kepada Allah swt, dan Bakti kepada sang Nabi saw, memuliakannya, mengagungkannya, mencintainya, merupakan tanda syukur dan terimakasih kita kepada jasa-jasa beliau saw, yang dengan itulah sempurnanya syukur kita kepada Allah swt, wahai saudaraku, ketahuilah bahwa Sang Nabi saw adalah yang menjaga dan menaungi kita dari musibah api neraka kelak, demikian Allah menjelaskan kepada kita tentang Nabi Nya saw ini, Allah swt berfirman : “TELAH DATANG PADA KALIAN SEORANG RASUL DARI KELOMPOK KALIAN, SANGAT BERAT BAGINYA APA-APA YANG MENIMPA KALIAN, SANGAT MENJAGA KALIAN, DAN KEPADA ORANG-ORANG MUKMIN SANGAT BERLEMAH LEMBUT” (QS Attaubah 128). Alangkah agungnya manusia yang satu ini, bagaimana Allah swt membanggakan hamba Nya Muhammad saw sebagai hamba yang menjadi pelindung bagi hamba-hamba Nya yang lain. Kini kita temukan puncak dari kesempurnaan syukur kita atas kenikmatan Islam dan Iman, bukan hanya cukup bersyukur kepada Allah swt semata, namun berbakti kepada Nabi kita Muhammad saw lah penyempurna syukur kita, sebagaimana kesaksian tauhid kita pun tak sempurna sebelum kesaksian Muhammad saw sebagai Rasul Allah swt.
Maka timbul pertanyaan dihati kita, bagaimana dengan kelompok yang mengenyampingkan atau bahkan mengatakan musyrik bila kita memuliakan Nabi Muhammad saw??, bukankah ini ajaran Iblis yang memang tak mau sujud pada Adam as yang diberi kelebihan ilmu oleh Allah swt??, sedangkan Nabi saw bukanlah saja makhluk yang paling berilmu dari seluruh makhluk Nya Allah swt, namun beliau saw adalah guru besar kita yang membimbing kita kepada Iman dan islam, barangkali kelompok ini sebentar lagi akan mengatakan bahwa syahadat itu musyrik pula bila menyebut nama Muhammad saw. Mereka ini durhaka terhadap sang Nabi saw, bagaimana pendapat anda bila ada seorang anak yang menolak menghormati ibunya?, mengharamkan penghormatan pada ibu dan ayahnya karena dianggap syirik?, bukankah ini anak yang durhaka?, naudzubillah dari durhaka yang 1000X lebih besar dari durhaka pada ayah dan ibu, yaitu durhaka pada Rasulullah saw, para sahabat radhiyallahu’anhum berebutan air bekas wudhu beliau saw (shahih Bukhari) para sahabat menjadikan air bekas perasan dari baju beliau saw sebagai obat (shahih Bukhari), para sahabat memuliakan sehelai rambut beliau saw setelah beliau wafat (shahih bukhari), para sahabat berebutan rambut beliau saw saat beliau saw dicukur rambutnya saw (shahih bukhari), apakah ini semua musyrik dan kultus?, sungguh.. manakah yang lebih kita ikuti dan panut selain para sahabat radhiyallahu’anhum?, siapakah yang lebih memahami tauhid selain mereka?, adakah makhluk-makhluk sempalan di akhir zaman ini merasa mereka lebih tahu kesucian tauhid daripada sahabat radhiyallahu ‘anhum?
Semoga Allah segera mengulurkan hidayah Nya untuk saudara-saudara kita muslimin yang masih buta dari kemuliaan syukur ini. amiiin...